Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan menjadi UU oleh DPR RI pada rapat paripurna yang digelar hari Senin (5/10/2020). “Bola panas” UU tersebut kini ada di Presiden Jokowi untuk ditandatangani. Seperti dilansir pada berita deplantation.com sebelumnya, terdapat 33 pasal terkait UU N0. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang mengalami perubahan, baik dihapus maupun diubah pada UU Cipta Kerja.
Tim deplantation.com telah menganalisis beberapa Pasal yang dinilai memiliki implikasi positif terhadap perkebunan. Pasal-pasal tersebut yaitu Pasal 16, Pasal 45 ayat 2, Pasal 48, Pasal 93 ayat 4, dan Pasal 93 ayat 5. Ulasan perubahan pasal adalah sebagai berikut:
Pasal | UU No. 39 tahun 2014 | UU Cipta Kerja Draft Final | Implikasi |
Pasal 16 | Perusahaan harus mengusahakan lahan 3 tahun setelah diberikan hak atas tanah | Perusahaan harus mengusahakan lahan 2 tahun setelah diberikan hak atas tanah | Lahan semakin cepat diusahakan sehingga mengurangi potensi lahan bera (tidak produktif) serta mengurangi potensi penggunaan lahan oleh pihak eksternal secara sepihak |
Pasal 45 ayat 2 | Usaha di hulu harus mempunyai sarana-prasaran & sistem pengendalian hama/gulma Usaha di Hilir harus menggunakan 20% bahan baku dari kebun sendiri | Dihilangkan | Pabrik pengolahan (hilir) akan banyak bermunculan |
Pasal 48 | Pemberian izin dari Gubernur atau Bupati untuk luasan lintas daerah | Pemberian izin dari Gubernur atau Bupati untuk luasan lintas daerah Syarat & kriteria ditentukan Pemerintah Pusat | Gubernur & bupati tidak bisa sewenang-wenang terkait pemberian perizinan perkebunan kota/kabupaten/provinsi |
Pasal 93 ayat 4 | Penghimpunan dana dari Pelaku Usaha digunakan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian Pengembangan, promosi, Peremajaan Sawit Rakyat, Sarana Prasarana perkebunan | Ditambahkan untuk: pengembangan perkebunan, pemenuhan kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, hilirisasi industri | Perluasan ruang lingkup penggunaan dana akan mendorong pengembangan perkebunan secara komprehensif |
Pasal 93 ayat 5 | Tidak ada sebelumnya | Memberi dasar hukum untuk badan pengelola dana perkebunan | Justifikasi operasional badan pengelola dana perkebunan |
Selain pasal yang dinilai positif/menguntungkan bagi sektor perkebunan, sejumlah pasal di UU Cipta Kerja juga memiliki implikasi yang negatif bagi sektor perkebunan. Pasal-pasal tersebut yaitu Pasal 30, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 45 ayat 1, Pasal 58 ayat 1, Psal 67, Pasal 68, Pasal 74, Pasal 105 dan Pasal 109. Ulasan perubahan pasal adalah sebagai berikut:
Pasal | UU No. 39 tahun 2014 | UU Cipta Kerja Draft Final | Implikasi |
Pasal 30 dan Pasal 31 | Varietas Unggul Impor, ada 5 pasal | Varietas Unggul Impor, menjadi 4 pasal, 1 pasal dihilangkan terkait sertifikasi dan pelabelan | Redaksional menggantung, varietas impor seakan tidak butuh sertifikasi dan pelabelan. Dikembalikan pada Pemerintah Pusat yang harus menangani operasional |
Pasal 39 | Pelaku Usaha: dalam Negeri dan PMA | Dihilangkan sebutan Dalam Negeri dan PMA | Dinilai ada upaya menghilangkan istilah PMA |
Pasal 40 | Pengalihan kepemilikan kepada PMA harus melihat kepentingan nasional | Dihilangkan | Kepentingan nasional yang dihilangkan pada Pasal menimbulkan pandangan bahwa UU Cipta Kerja pro pada kepentingan investor asing daripada kepentingan nasional |
Pasal 45 ayat 1 | Izin usaha memerlukan: izin lingkungan, sesuai dengan RTRW, sesuai dengan rencana perkebunan | Dihilangkan | Potensi adanya pelanggaran tata ruang dan eksploitasi lingkungan |
Pasal 58 ayat 1 | Perusahaan dengan Perizinan Usaha wajib membangun kebun masyarakat minimal 20% dari luasan total | Disebutkan areal tersebut terdiri dari: Areal lain di luar HGU dan Pelepasan Kawasan Hutan | Pelepasan Kawasan Hutan lebih diakui sehingga berpotensi meningkatkan konversi kawasan hutan ke perkebunan |
Pasal 67 dan Pasal 68 | Kelestarian lingkungan ada 4 pasal | Menjadi 2 pasal saja. Kewajiban membuat, memiliki, dan menerapkan: AMDAL, Analisis risiko untuk rekayasa genetik, dan tanggap kebakaran dihapuskan | Kewajiban untuk melesatarikan lingkungan diserahkan kepada perusahaan masing-masing, sehingga sangat bergantung pada kualitas dan komitmen perusahaan |
Pasal 74 | Pengolahan dengan bahan baku impor wajib membangun kebun dalam jangka waktu 3 tahun | Pengolahan dengan bahan baku impor wajib membangun kebun dalam jangka waktu tertentu | Ketentuan jangka waktu masih mengambang dan belum jelas. Masih ada time lag sampai dengan ditetapkannya turunan hukum berupa Peraturan Pemerintah |
Pasal 105 | Sanksi pidana dan denda bagi Perusahaan tanpa Izin Usaha | Dihapuskan | Potensi perusahaan ilegal bermunculan |
Pasal 109 | Sanksi pidana dan denda bagi Perusahaan tanpa AMDAL, dan dokumen lingkungan lainnya | Dihapuskan | Potensi perusahaan tidak memperhatikan aspek lingkungan dalam operasionalnya |
Selain perubahan dan penghapusan Pasal yang berimplikasi positif dan negatif, perubahan Pasal lain hanya pada nomenklatur dari Izin Usaha menjadi Perizinan Usaha dan Menteri menjadi Pemerintah Pusat. Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 35, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 60, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 70, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 99, dan Pasal 103. Tentunya dengan perubahan pasal-pasal tersebut akan berdampak cukup besar pada sektor Perkebunan. Turunan hukum UU Cipta Kerja berupa Peraturan Pemerintah perlu dikawal oleh masyarakat agar sepenuhnya dapat memberikan dampak positif bagi kepentingan nasional bukan pihak tertentu serta kelestarian bagi lingkungan.
Sumber:
https://deplantation.com/berita/2020/10/undang-undang-cipta-kerja-disahkan-bagaimana-kaitannya-dengan-sektor-perkebunan
UU Cipta Kerja
UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan
Penulis:
Andre Dani Mawardhi, S.P
Staff Biro Komersial dan Bisnis
Calon Peneliti Bidang Ilmu Tanah PT RPN