Kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Trump, yang secara sepihak menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk, termasuk teh, telah menimbulkan tekanan serius terhadap industri teh Indonesia. Tarif impor terhadap teh Indonesia yang semula 0% kini melonjak menjadi 32%, bahkan hingga 38,4% untuk teh beraroma (flavored tea). Kenaikan ini menyebabkan penurunan daya saing teh Indonesia di pasar AS dan berpotensi mengganggu stabilitas ekspor, khususnya dari pelaku produsen teh nasional. Kebijakan ini juga mencerminkan pergeseran global menuju sistem perdagangan yang lebih protektionis dan tidak pasti, memunculkan tantangan baru dalam bentuk ketidakpastian regulasi dagang, perubahan tarif mendadak, dan meningkatnya hambatan non-tarif. Negara-negara penghasil teh seperti China, India, Sri Lanka, Vietnam, dan Kenya juga mengalami lonjakan tarif, menciptakan lanskap kompetisi yang makin kompleks.
Di sisi lain, kondisi ini mendorong urgensi untuk melihat peluang baru seperti:
- Diversifikasi pasar ekspor ke kawasan non-tradisional seperti Timur Tengah, Afrika, Uni Eropa dan Australia;
- Inovasi industri, produk dan hilirisasi agar industri teh Indonesia lebih produktif dan efisien serta produk teh Indonesia naik kelas dari komoditas curah menjadi produk bernilai tambah;
- Penguatan peran koperasi sebagai tulang punggung resiliensi petani dan agregator ekspor kolektif yang adaptif terhadap perubahan pasar.
Untuk menjawab tantangan tersebut, policy brief ini merekomendasikan lima langkah strategis:
- Meningkatkan diplomasi dagang dan penyelesaian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) berbagai mitra dagang utama;
- Memperkuat hilirisasi industri teh melalui insentif dan teknologi pengolahan;
- Revitalisasi koperasi teh sebagai aktor utama dalam penguatan ekonomi lokal dan ketahanan ekspor;
- Pengembangan sistem intelijen pasar untuk memantau dinamika tarif dan tren global;
- Perlindungan harga dan kemitraan berkelanjutan untuk menjaga kesejahteraan petani teh;
- Penguatan pasar domestik dan mengendalikan arus impor teh secara selektif.
Resiliensi industri teh Indonesia hanya dapat dibangun melalui sinergi antara kebijakan nasional yang progresif, kemampuan adaptif pelaku usaha, serta kolaborasi kooperatif di tingkat akar rumput. Indonesia perlu merespons dinamika global ini dengan kecerdasan strategi dan keberanian restrukturisasi untuk memastikan teh nasional tetap kompetitif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.